Semua impian kita dapat menjadi nyata, jika kita memiliki keberanian untuk mengejarnya
Jumat, 20 Desember 2013
Senin, 16 Desember 2013
Kisah Pohon Apel
Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki
yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang
memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan
rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian
pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.
Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan
tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia
mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. "Ayo ke sini bermain-main
lagi denganku," pinta pohon apel itu. "Aku bukan anak kecil yang
bermain-main dengan pohon lagi," jawab anak lelaki itu. "Aku ingin
sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya." Pohon
apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang... tetapi kau boleh
mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk
membeli mainan kegemaranmu." Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu
memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun,
setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.
Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang
melihatnya datang. "Ayo bermain-main denganku lagi," kata pohon apel.
"Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu. "Aku harus bekerja
untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau
menolongku?" "Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh
menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu," kata pohon apel.
Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan
pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki
itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa
kesepian dan sedih.
Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel
merasa sangat bersuka cita menyambutnya. "Ayo bermain-main lagi
deganku," kata pohon apel. "Aku sedih," kata anak lelaki itu.
"Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan
berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?" "Duh,
maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan
menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan
bersenang-senanglah." Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel
itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah
lagi datang menemui pohon apel itu.
Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun
kemudian. "Maaf anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak
memiliki buah apel lagi untukmu." "Tak apa. Aku pun sudah tak
memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu," jawab anak lelaki itu.
"Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat," kata
pohon apel. "Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu," jawab anak
lelaki itu. "Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku
berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat
ini," kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata. "Aku tak
memerlukan apa-apa lagi sekarang," kata anak lelaki. "Aku hanya
membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama
meninggalkanmu." "Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon
tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring
di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang." Anak lelaki itu
berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan
tersenyum sambil meneteskan air matanya.
Ini adalah cerita tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang
tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita.
Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika
kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua
kita akan selalu ada di sana
untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda
mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon
itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.
Sebarkan cerita ini untuk
mencerahkan lebih banyak rekan. Dan, yang terpenting: cintailah orang tua
kita. Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan
berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.
Kisah Sebuah Jam
Alkisah, seorang
pembuat jam tangan berkata kepada jam yang sedang dibuatnya.
"Hai jam,
apakah kamu sanggup untuk berdetik paling tidak 31,104,000 kali selama
setahun?"
"Ha?,"
kata jam terperanjat, "Mana sanggup saya?"
"Bagaimana kalau 86,400 kali dalam sehari?" tanya si pembuat jam.
"Bagaimana kalau 86,400 kali dalam sehari?" tanya si pembuat jam.
"Lapan
puluh enam ribu empat ratus kali? Dengan jarum yang ramping-ramping seperti
ini?" jawab jam penuh keraguan.
"Bagaimana kalau 3,600 kali dalam satu jam?" tamabah si pembuat jam.
"Bagaimana kalau 3,600 kali dalam satu jam?" tamabah si pembuat jam.
"Dalam satu
jam harus berdetik 3,600 kali? Banyak sekali itu…" tetap saja jam
ragu-ragu dengan kemampuan dirinya.
Tukang jam dengan penuh kesabaran kemudian berkata lagi kepada si jam..,
Tukang jam dengan penuh kesabaran kemudian berkata lagi kepada si jam..,
"Kalau
begitu, sanggupkah kamu berdetik satu kali setiap detik?"
"Oh, kalau
begitu, aku sanggup!" kata jam dengan penuh semangat.
Maka, setelah
selesai dibuat, jam itu berdetik satu kali setiap detik. Tanpa terasa, detik
demi detik terus berlalu dan jam itu sungguh luar biasa kerana ternyata selama
satu tahun penuh dia telah berdetik tanpa henti. Dan itu berarti ia telah
berdetik sebanyak 31,104,000 kali.
"Ada kalanya kita ragu-ragu dengan segala
tugas pekerjaan yang begitu terasa berat. Namun sebenarnya kalau kita sudah
menjalankannya, ternyata kita mampu. Bahkan yang kita anggap mustahil untuk
dilakukan sekalipun..!"
Kisah Seekor Kupu-kupu
Suatu pagi, seseorang
menemukan kepompong seekor kupu. Suatu hari lubang kecil muncul. Dia
duduk mengamati dalam beberapa jam calon kupu-kupu itu ketika dia berjuang
dengan memaksa dirinya melewati lubang kecil itu. Kemudian kupu-kupu itu
berhenti membuat kemajuan. Kelihatannya dia telah berusaha semampunya dan dia
tidak bisa lebih jauh lagi. Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk
membantunya. Dia mengambil sebuah gunting dan memotong sisa kekangan dari
kepompong itu.
Kupu-kupu tersebut
keluar dengan mudahnya. Namun, dia mempunyai tubuh gembung dan kecil,
sayap-sayap mengkerut. Orang tersebut terus mengamatinya karena dia berharap
bahwa pada suatu saat sayap-sayap itu
akan mekar dan melebar sehingga mampu menopang tubuhnya, yang mungkin akan
berkembang seiring dengan berjalannya waktu.
Tetapi, apa yang
terjadi…
Ternyata kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya merangkak di sekitarnya dengan tubuh gembung dan sayap-sayap mengkerut. 'Dia tidak pernah bisa terbang.'
Ternyata kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya merangkak di sekitarnya dengan tubuh gembung dan sayap-sayap mengkerut. 'Dia tidak pernah bisa terbang.'
"Kebaikan
dalam ketergesaan bukanlah hal terbaik yang seharusnya anda
lakukan. Lihatlah calon kupu kupu itu, kepompong yang menghambat dan perjuangan
yang dibutuhkanya untuk melewati lubang kecil adalah garis Allah yang telah Ia
tetapkan untuk memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu itu ke dalam
sayap-sayapnya sehingga dia akan siap terbang begitu dia memperoleh kebebasan
dari kepompong tersebut……."
Cangkir yang Cantik
Sepasang kakek dan nenek pergi belanja di sebuah toko
suvenir untuk mencari hadiah buat cucu mereka. Kemudian mata mereka tertuju
kepada sebuah cangkir yang cantik. "Lihat cangkir itu," kata si nenek
kepada suaminya. "Kau benar, inilah cangkir tercantik yang pernah aku
lihat," ujar si kakek.
Saat mereka mendekati cangkir itu, tiba-tiba cangkir yang
dimaksud berbicara "Terima kasih untuk perhatiannya, perlu diketahui bahwa
aku dulunya tidak cantik. Sebelum menjadi cangkir yang dikagumi, aku hanyalah
seonggok tanah liat yang tidak berguna. Namun suatu hari ada seorang pengrajin
dengan tangan kotor melempar aku ke sebuah roda berputar.
Kemudian ia mulai memutar-mutar aku hingga aku merasa
pusing. Stop ! Stop ! Aku berteriak, Tetapi orang itu berkata "belum
!" lalu ia mulai menyodok dan meninjuku berulang-ulang. Stop! Stop !
teriakku lagi. Tapi orang ini masih saja meninjuku, tanpa menghiraukan
teriakanku. Bahkan lebih buruk lagi ia memasukkan aku ke dalam perapian. Panas
! Panas ! Teriakku dengan keras. Stop ! Cukup ! Teriakku lagi. Tapi orang ini
berkata "belum !"
Akhirnya ia mengangkat aku dari perapian itu dan membiarkan
aku sampai dingin. Aku pikir, selesailah penderitaanku. Oh ternyata belum.
Setelah dingin aku diberikan kepada seorang wanita muda dan dan ia mulai
mewarnai aku. Asapnya begitu memualkan. Stop ! Stop ! Aku berteriak.
Wanita itu berkata "belum !" Lalu ia memberikan
aku kepada seorang pria dan ia memasukkan aku lagi ke perapian yang lebih panas
dari sebelumnya! Tolong ! Hentikan penyiksaan ini ! Sambil menangis aku
berteriak sekuat-kuatnya. Tapi orang ini tidak peduli dengan teriakanku.Ia
terus membakarku. Setelah puas "menyiksaku" kini aku dibiarkan
dingin.
Setelah benar-benar dingin, seorang wanita cantik
mengangkatku dan menempatkan aku dekat kaca. Aku melihat diriku. Aku terkejut
sekali. Aku hampir tidak percaya, karena di hadapanku berdiri sebuah cangkir
yang begitu cantik. Semua kesakitan dan penderitaanku yang lalu menjadi sirna
tatkala kulihat diriku.
***
Teman, seperti inilah Allah membentuk kita. Pada saat Allah
membentuk kita, tidaklah menyenangkan, sakit, penuh penderitaan, dan banyak air
mata. Tetapi inilah satu-satunya cara bagi Allah untuk mengubah kita supaya
menjadi cantik dan memancarkan kemuliaan Allah.
Apabila Anda sedang menghadapi ujian hidup, jangan kecil
hati, karena Allah sedang membentuk Anda. Bentukan -bentukan ini memang
menyakitkan tetapi setelah semua proses itu selesai.Anda akan melihat betapa
cantiknya Allah membentuk Anda.
Belajar dari Keledai
Suatu hari keledai
milik seorang petani jatuh kedalam sumur. Hewan itu menangis dengan memilukan
selama berjam-jam, sementara si petani memikirkan apa yang harus dilakukannya.
Akhirnya, ia memutuskan bahwa hewan itu sudah tua dan sumur itu perlu ditimbun (ditutup
karena berbahaya), jadi tidak berguna untuk menolong si keledai. Ia mengajak
tetangga – tetangganya untuk datang membantunya. Mereka membawa sekop dan mulai
menyekop tanah kedalam sumur. Pada mulanya, ketika si keledai menyadari apa
yang sedang terjadi, ia menangis penuh kengerian.tetapi kemudian,semua orang
takjub, karena si keledai menjadi diam. setelah beberapa sekop tanah dituangkan
kedalam sumur, sipetani melihat kedalam sumur dan tercengang atas apa yang
dilihatnya. Walaupun punggungnya yang terus ditimpa oleh bersekop - sekop tanah
dan kotoran, sikeledai melakukan sesuatu yang menabjubka. ia menguncang -
guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun kebawah,lalu
menaiki tanah itu. sementara tetangga -tetangga si petani terus menuangkan
tanah kotor ke atas punggung hewan itu. si keledai terus menguncangkan badannya
dan melangkah naik. segera saja,semua orang terpesona ketika si keledai
meloncati tepi sumur dan melarikan diri.
"…Kehidupan terus saja
menuangkan segala macam tanah dan kotoran kepadamu. cara untuk keluar dari
sumur - kesedihan, masalah, beban pikiran – adalah dengan mengguncangkan hal -
hal tersebut. Setiap masalah dalam hidup kita merupakan batu pijakan untuk
melangkah. kita dapat keluar dari sumur yang terdalam dengan terus berjuang.
jangan pernah, walau hanya berpikir
untuk menyerah..!"
Langganan:
Postingan (Atom)